Jumat, 01 November 2013

Ada Apa dengan Hujan?

Kali ini aku ingin menceritakan padamu tentang hujan.
Aku ingin membawamu pada cerita di balik setiap rintik-rintiknya, yang sering kali membasahimu, mengguyurmu dan membuatmu menggerutu kesal. Aku ingin menceritakan kepadamu, betapa aku menyukai hal yang kau benci itu. Aku ingin menceritakan betapa bagiku hujan adalah ciptaan Tuhan yang begitu menakjubkan.

Jangan terlalu heran denganku. Jangan cepat beranggapan bahwa aku aneh karena menyukai hujan. Karena pada dasarnya, aku juga tidak mengerti bagaimana bisa aku menyukainya.
Itu terjadi begitu saja.

Saat hujan datang, aku hanya menyadari bahwa ada sesuatu yang kurindukan, ada sesuatu yang harus aku ingat. Tiap tetes air yang terpantul di jendelaku seakan memaksaku mengingat memori-memori yang pernah kulalui dahulu. Apapun itu, aku tidak tahu. Pikiranku seakan pasrah, merelakan semua memori itu terputar kembali dalam otakku- eh hatiku? Entahlah.

Tidak ada memori yang menyakitkan, karena aku yakin hujan telah menyeleksi terlebih dahulu setiap cerita yang pantas untuk aku ingat kembali. Hujan telah menghapus hal-hal menyakitkan. Itulah mengapa aku selalu menyukai hujan. Hujan meyakinkanku bahwa tiap butir-butir air yang jatuh ke bahuku tidak akan menyakitiku.

Hujan selalu membawaku pada kenyataan bahwa setiap hal yang kulalui dalam hidup telah terekam oleh alam, tidak akan pernah menghilang meski aku sudah mencoba melupakan. Aku akan selalu diingatkan tentang hal ini, tiap kali hujan turun.
Tiap kali hujan turun.. aku selalu ingat semuanya. Aku ingat kamu, aku ingat dia, aku ingat kita, aku ingat mereka.
Aku tidak marah ketika aku diingatkan tentang hal ini. Karena hanya akan ada selalu hal yang membahagiakan yang muncul di dalam pikiranku. Bukan berarti aku menjadi bodoh dan buta terhadap semuanya. Aku hanya ingin merasa bahagia, melupakan hal-hal yang tidak penting dan menyedihkan, setidaknya ketika hujan turun. Setidaknya, untuk beberapa waktu saja… hanya ketika hujan turun.

Aku sadar betul bahwa saat ini aku sedang tersenyum di balik payung kecilku. Aku mungkin menyadari betapa bodohnya aku memberitahumu tentang rahasia anehku ini. Satu hal yang harus kau ingat, untuk siapapun di luar sana, jangan terlalu bergede rasa karena menyadari kenyataan bahwa hujan mampu merekam semua cerita.

"Hei, kau sekarang hanyalah serpihan kisah dari sekian banyak kisah yang muncul ketika hujan turun. Aku juga tidak bodoh untuk terus memilihmu sebagai kisah yang kuingat ketika hujan turunMasih ada cerita lain yang bisa menjadi pilihan selain dirimu. Dan sepertinya sedikit waktu lagi, kau akan tereliminasi. Memori tentangmu akan dihapus oleh hujan. Mungkin karena kisahmu begitu sederhana untuk disimpan dalam jangka waktu yang lama?" Entahlah. Itu urusan hujan. Aku hanya ingin menunggu dan melihat, bagaimana hujan akan bertindak.

Ah, hujan sudah berhenti. Sepertinya pemikiran-pemikiran ini juga sudah saatnya untuk dihentikan sampai di sini dulu.
Satu hal yang harus kau ingat.
Akan selalu ada waktu bagi hujan untuk turun, dan akan selalu ada pula waktu untuk berhenti.
Akan selalu ada waktu untuk memulai kembali, dan akan selalu ada pula waktu untuk mengakhiri lagi.
Dunia akan selalu seperti itu, kawan.  Tidak berujung, selalu berputar-putar dan akan selalu kembali pada satu titik. Tapi satu hal yang sudah kupastikan:
TITIK itu bukan lagi dirimu :)

Senin, 28 Oktober 2013

Kabar Baik Untukmu

Hei, sudah lama tidak melihatmu, sudah lama tidak mendengar kabarmu.

Sebentar.. Aku bahkan hampir lupa menanyakan kabarmu. Apa mungkin aku sudah lupa bagaimana cara me-na-nya-kan ka-bar?
Aku berharap ini pertanda baik. Pertanda baik bahwa aku sudah benar-benar bisa melepasmu, benar-benar bisa melupakanmu, benar-benar bisa menghapusmu dalam pikiranku.
Kalau ini memang benar, maka aku berharap kau membaca ini. Aku ingin memberimu kabar baik, bahwa aku sekarang sudah bisa beranjak dari kisah cinta kita dulu. Kisah cinta? Oke aku bahkan sedikit ragu untuk memberikan title “cinta” dalam kisah kita. Aku hanya ragu, bukan menyangkal. Karena pada hakikatnya kau sudah menyangkalnya terlebih dahulu. Jadi setidaknya aku tidak mau menjadi sepertimu.

Tenang saja, aku sudah melupakan rasa sakitku. Aku juga sudah melupakan kesalahan-kesalahan besarmu (yang kau anggap kecil) padaku. Tidak ada luka lagi, semuanya sudah pulih. Jadi jangan repot-repot meracik obat untuk alasan menyembuhkanku, yang mungkin akan kau berikan padaku beberapa waktu ke depan jika kau sedang kesepian. Karena sampai kapanpun, aku akan tetap baik-baik saja tanpamu.

Kau mau tahu keadaanku, tidak?
Aku sekarang sedang berjalan, berjalan menuju tempat terindah yang Tuhan pilih untukku, dan meninggalkan tanah yang salah, yang pernah kita pijaki bersama.
Aku juga sedang memikirkan asa dan mimpi baruku, dan melupakan pemikiran sia-sia tentangmu.
Aku juga ingin menulis cerita-cerita baru dalam hidupku, tanpa setetespun tinta pulpenku mencatatkan lagi hal-hal tentangmu. Bahkan aku sangat yakin, aku tidak akan menggunakan pen correction untuk menghapus cerita baruku lalu menuliskan namamu lagi.
Tidak akan lagi :’)

Apa menurutmu aku mudah mengatakan ini? Apa menurutmu ini adalah proses yang terjadi secepat mengedipkan mata? Tidak. Ada proses panjang yang sudah kulalui sebelum aku bisa mengungkapkan hal ini. Proses yang bagiku seperti menunggu sehelai rambut untuk tumbuh.

Tidak apa-apa. Proses adalah proses. Kebodohan ini sudah berhenti sampai di sini. Aku sudah memutuskan untuk menjadi lebih pintar lain kali.

By the way, aku lupa mengucapkan terima kasih.
Terima kasih sudah membuat aku belajar untuk tidak lagi mau berkisah dengan orang-orang sepertimu.
Terima kasih juga pernah hadir dalam hidupku. Biarkan saja ini cinta pura-pura, toh pada kenyataannya cinta adalah cinta. Aku pernah mencintaimu, dan meskipun itu adalah suatu kesalahan, tapi aku tidak ingin menyangkal bahwa itu pernah terjadi dalam hidupku.

Mari kita berjalan di arah yang berbeda. Temukan tempatmu, aku juga akan menemukan tempatku. Cocokkan jadwal terlebih dahulu, pastikan kita tidak akan berpapasan lagi. Aku takut akan menabrakmu dan tidak bisa membantu mengangkatmu jika kau terjatuh. Karena aku juga sedang terburu-buru. Buru-buru untuk menjauhimu, dan buru-buru untuk pergi dan tidak ingin menatapmu lagi.

Hei, aku harap kau akan baik-baik saja. Aku berdoa kau akan temukan yang terbaik dalam hidupmu.
Jangan lakukan kesalahan yang sama lagi ya. Ayolah, jangan bertindak bodoh lagi. Apa kau tidak berniat sama sekali untuk menciptakan kisah cinta yang berakhir bahagia? Well, silahkan memilih. Pilihan ada di tanganmu.

Hmm.. Sampai bertemu di akhir kisah kita masing-masing. Menyedihkan ataupun bahagia, akhir akan tetap menjadi akhir. Dan akhir itu adalah konsekuensi dari pilihan yang kita ambil.

Jadi, untuk terakhir kalinya aku ingin mengatakan ini padamu:
Selamat berpisah. Mari berjanji untuk sama-sama tidak melihat ke belakang lagi. 

Selasa, 22 Oktober 2013

Surat Cinta Untuk Senior ^_^"

Untuk setiap pasang mata yang membaca ini, terserah kalian mau menganggap ini serius atau tidak. Aku memang menulis ini karena suatu keharusan. Gara-gara disuruh sama panitia inagurasi di kampus -_-
Ini satu sisi.
Di sisi lain siapa yang tahu? Karena pada hakekatnya, hanya aku dan Tuhan yang benar-benar tahu :’)

Dear you..

Aku percaya tidak ada suatu kebetulan apapun di muka bumi ini. Termasuk bertemu denganmu.

Untuk masuk ke universitas ini, untuk masuk ke fakultas ini, untuk masuk ke jurusan ini, apakah sebuah kebetulan? Hebat sekali “kebetulan” bisa terjadi serumit ini. Bukankah “kebetulan” terjadi dengan begitu sederhana? Kalau begitu, bertemu denganmu pun tidak akan pernah kusebut “kebetulan”. Bukan karena bertemu denganmu membawaku pada rasa rumit, tapi karena bertemu denganmu seperti sedang menunggu Tuhan selama 17 tahun merangkai waktu yang tepat, menentukan tempat yang pas, dan menjalin rencana yang tidak akan bisa kujangkau dengan alam pikirku yang terbatas. Tidak sederhana bukan? Sama seperti apa yang sedang kurasa. Kau tahu? Ini luar biasa.

Aku ingat sekali, saat kita pertama kali bertemu, kau sedang duduk dengan kepala tertunduk, seakan tenggelam dalam duniamu sendiri dengan buku kecil di tanganmu. Siapa sangka ketika pandangan kita beradu, yang pertama kali kusadari adalah aku sangat menyukai matamu. Matamu seperti menancapkan suatu rasa baru tepat di hatiku. Sebenarnya, benang apa yang menjadi penghubung bagi matamu untuk menghantarkan perasaan baru itu padaku? Atau memang tidak ada benang penghubung? Hebat sekali rasa itu bisa merangkak sendiri dari matamu menuju hatiku.
Ah, entahlah. Aku menyimpan pertanyaan itu dalam diam, sampai sekarang.

Aku juga ingat sekali, beberapa saat kemudian kau mungkin mulai menyadari bahwa ini janggal. Kenapa mata kita beradu aku terlalu lama? Seolah kau takut keindahan matamu akan berpindah kepadaku. Haha.
Aku tertunduk malu. Aku menatap punggung kakiku, berharap tertulis sesuatu di sana untuk kukatakan.
Ah, aku menyerah. Terlalu bodoh untuk berkata-kata pada momen seperti ini. Lalu aku hanya membiarkan mulutku berbicara sendiri, dan berharap tidak akan mengeluarkan kata-kata memalukan.

Lalu benar, aku bertanya. Entah pertanyaan macam apa. Aku tidak benar-benar mengingatnya.
Kau tahu, bukan? Aku sering berpikir dengan hatiku. Sama, untuk saat ini aku sedang berpikir lagi dengan hatiku, bukan dengan akal pikirku.
 ....
Lalu kemudian kau menjawab pertanyaanku. Walau sebenarnya aku tidak terlalu jelas mendengar apa yang kau katakan. Karena saat ini telingaku dipenuhi gemerisik loncatan hati. Tidak karuan, terlalu girang, sangat berlebihan. Rasanya hal ini mengingatkanku pada kata-kata: "Tapi, bukankah kalau tidak berlebihan maka itu bukan cinta?" :’)

Ah, pertemuan pertama kita kemudian berakhir begitu saja. Seorang lain memanggilmu, lalu kau segera pergi, bahkan tidak sempat mengucapkan sepatah kata pun padaku. Huh, dia seperti tokoh ketiga.
Tidak apa-apa. Aku tahu karena kita akan bertemu kembali suatu saat nanti, maka kau tidak perlu mengucapkan kata selamat tinggal saat ini. Bukankah begitu?

Lalu apa yang bisa kulakukan?
Aku hanya bisa melangkah pergi dengan harapan bisa bertemu denganmu lagi suatu saat nanti.
Hei si pemilik mata indah, aku ingin mendatangi koridor ini setiap hari, meyakinkan hatiku apa kau ada di sana, meyakinkan diriku sebesar apa aku merindukanmu, meyakinkan diriku apa aku salah untuk terus menunggumu hingga kau muncul.

Harapanku, ketika kau melewati koridor ini, berhentilahlah sejenak. Sebentar saja.. Manatau dalam waktu singkat itu aku bisa saja datang ke situ juga, lalu bertemu denganmu lagi.

Jadi, sampai bertemu lagi di waktu yang bukan “kebetulan”. Pastikan untuk menjaga matamu baik-baik. Karena meskipun aku tidak tahu namamu, hanya dengan melihat matamu saja, aku akan terbang kembali menuju memori awal ketika aku bertemu denganmu.

Aku menunggumu dalam rindu.
Ketika kita bertemu lagi, akan kupastikan aku mengetahui namamu, hanya dengan membacanya melalui mata indahmu! :)

Kamis, 17 Oktober 2013

Aku Ingin Berbicara tentang Rindu..

Kali ini aku akan menulis ini untukmu. Jadi, tolong dengarkan ini baik-baik.

Aku tahu saat ini kau sedang membaca serpihan kata-kata sederhana ini. Tapi aku tidak tahu saat membaca ini kau sedang berada di mana, sebelumnya sedang melakukan apa, dan aku juga tidak tahu untuk yang satu ini: tidak tahu kau sedang bersama siapa.

Ah, sudahlah. Aku sebelumnya sudah berjanji pada diriku sendiri, untuk kali ini, aku tidak akan menuliskan hal-hal menyakitkan tentangmu. Jangan kau kira ini akan sulit bagiku untuk menuliskannya.
Tidak, sama sekali tidak. Karena sebenarnya, kenangan indah bersamamu jauh lebih banyak membekas di  alam pikirku dibandingkan hal-hal menyakitkan itu. Tidak sulit untuk menjelaskan betapa aku mengagumi dan mencintaimu--- dulu.

Hei, saat aku menulis ini, aku sedang mendengarkan sebuah lagu. Aku tahu, kau pasti langsung tahu lagu apa yang kumaksud. Lagu ini membawaku kembali pada sebuah dunia dimana aku mengenalmu.

"When my world is falling apart, when there’s no light to break up the dark.. That’s when I look at you.."

Lagu ini menendangku pada rindu yang telah begitu jauh kubuang. Percuma aku mempertahankan kedua kakiku, meyakinkan diri sendiri bahwa aku tidak akan berlari kembali menuju rindu itu. Percuma. Percuma, sayang. Aku tidak yakin aku benar-benar bisa melakukannya. Karena rindu itu juga menarikku mendekat, seperti magnet berkekuatan besar yang tidak akan bisa kulawan.

Lalu aku menyerah. Karena pada kenyataannya aku benar-benar merindukanmu.

Aku berpikir dengan memberitahumu tentang hal ini semuanya akan membaik. Tidak juga. Karena meskipun kau tahu, dan meskipun aku mengenal rindu ini dengan sangat baik, tidak akan terjadi apa-apa. Kau akan tetap di sana, membaca ini, dan aku juga tetap di sini, menuliskan ini. Tapi aku tidak ingin berhenti menyelesaikan tulisan ini. Sebab pengharapanku bahwa kau akan membaca ini, mendorong jemariku untuk terus melakukannya. Hanya agar kau tahu. Benar, hanya karena alasan sederhana itu.

Aku memberitahu ini tanpa membawa motif apapun. Sungguh, hanya agar kau tahu. Jadi tolong dengarkan saja, dan jangan ucapkan apapun. Jangan ucapkan apapun, atau aku mungkin akan semakin merindukanmu, mungkin akan kembali mencintaimu, mungkin terpenjara lagi dalam memori indah bersamamu, mungkin mungkin dan mungkin.

Ya, aku ingat sekali. Kau terlalu sering membawaku pada kemungkinan-kemungkinan yang bahkan terkadang aku tidak bisa memilih. Karena semua pilihanku pasti akan jatuh padamu. Aku tahu kau tahu itu. Kau tahu bahwa di saat aku diajak berkeliling dunia pun, aku hanya akan kembali pada satu titik. Dan itu dirimu.

Aku hanya sedang berpikir betapa aku beruntung pernah menjadi bagian penting dalam hidupmu. Seseorang yang selalu kau beritahu kemana kau akan pergi, seseorang yang menjadi tempatmu berbagi tawa dan air mata, seseorang yang selalu kau harapkan ada untukmu, tidak peduli sekuat apa dunia menghalangi. Se-spektakuler itukah? Ya, bagiku hal ini memang seluar biasa itu. Maaf jika berlebihan. Tapi bukankah jika tidak berlebihan, maka itu bukan cinta? :)

Kau tahu?
Rindu ini meninggalkan jejak pada setiap jalan yang pernah kulalui bersamamu, pada setiap tempat yang kudatangi bersamamu.
Rindu ini bahkan memenuhi sekitarku, berputar-putar di bawah kolong langit, seakan mengatakan padaku betapa pantangnya untuk melupakanmu.

Lalu, apa  aku harus mempertahankan rindu ini?
Kalaupun aku ingin, aku tidak bisa melakukannya. Karena semua yang terjadi, di luar kendaliku, sayang. Mempertahankan rindu ini justru akan menyakitiku. Atau mungkin bisa menyakitimu.
Namun aku juga tidak bisa segampang itu beranjak dari rindu ini. Tapi aku tidak menyerah untuk mencoba. Perlahan-lahan.. melepas. Aku tahu akan tiba waktunya di mana aku benar-benar lupa bagaimana cara merindukanmu.
Aku harap setelah aku menuliskan ini, rasa rindu ini berangsur-angsur berkurang. Aku juga berharap dengan mengatakan ini, rasa ini akan semakiiiinnn menghilang.

Aku akan mengatakan ini hanya sekali. Aku tidak akan mengulanginya. Jadi dengarkan baik-baik:
“Cukup aku saja yang merindukanmu. Tugasmu hanya tetap berdiri tanpaku.” 

Rabu, 16 Oktober 2013

Seperti Inilah Kisah Itu Berakhir :)

Jadi, seperti inilah kisah itu berakhir.

Silahkan kalian bertindak sebagai apa ketika membaca kisah lusuh ini.
Tapi untuk sekarang, tolong, bertindaklah sebagai seseorang yang membaca saja. Jangan komentari betapa menyedihkannya aku, jangan katakan padaku seberapa keras kalian menertawaiku, jangan ceritakan padaku perubahan raut wajah kalian ketika membaca kata demi kata dalam kisah ini.

Sebenarnya kisah lusuh ini begitu indah-- Setidaknya untukku.

Aku tidak pernah lupa bagaimana pada awalnya aku tersandung ketika berjalan hanya karena memperhatikannya, aku tidak pernah lupa bagaimana aku menyembunyikan wajahku yang memerah karena malu bertemu dengannya, aku tidak pernah lupa ketika aku tidak bisa melakukan apapun di depannya. Seperti orang bodoh. Seperti orang idiot. Mungkin karena aku mencintainya—ya, begitu saja.

Aku ingat dengan jelas bagaimana aku mengkhawatirkannya, bagaimana aku mengingatnya dalam setiap doaku, betapa aku percaya bahwa dia satu-satunya. Betapa sebenarnya banyak orang yang memaksaku berpisah dengannya, tapi entah mengapa, aku ingin bertahan. Aku sadar betul bahwa meninggalkannya tidak mudah.

Aku mungkin tidak usah mengulang memberi tahu kalian betapa aku sangat mempercayainya. Aku mungkin juga tidak usah mengulang memberitahu kalian bagaimana dia menyakitiku begitu mudah. Betapa ia dengan santainya meruntuhkan langit-langit hatiku hanya dengan menggunakan sentilan jemarinya, meledakkan air mataku dengan kebohongannya, dan memberiku alat penghisap tenaga, sehingga tubuhku melemas, seperti bunga layu.

Aku tahu kau menyesal, tapi apa itu bisa merubah semuanya? Apa bunga layu itu bisa kau buat tegak dan hidup kembali? Kalau bisa, lakukanlah. Maka aku akan memaafkanmu. Maka aku akan melupakan bahwa kau pernah menyakitiku. Aku bisa saja menganggap bahwa kau melukaiku dengan tidak sengaja, seandainya kau bisa menegakkan kembali bunga layu itu!

Jadi, apa kau bisa?
Percuma menanyakannya. Kau tidak mungkin bisa.

Kau tahu, sayang? Kekuatan dari sebuah hubungan adalah kepercayaan. Aku selalu yakin, kepercayaan bersahabat baik dengan kesetiaan. Kau tidak bisa memisahkan kedua hal ini, sekuat apapun dirimu. Lalu ketika kau merasa hebat dan berusaha memisahkannya dengan kekuatanmu yang tak seberapa, maka semuanya akan berakhir seperti ini. Seperti kita.

Tidak ada yang manis untuk sebuah perpisahan, sayang. Tapi aku ingin berusaha tersenyum. Mungkin senyum tanda terima kasih. Terima kasih karena kau pernah hadir. Terima kasih juga karena kau pernah menyakitiku, sebab aku belajar untuk menghindari luka yang sama. Aku tidak ingin terjatuh lagi.

Jadi, semua ini harus berakhir. Ini bukan akhir yang menyedihkan. Toh aku masih bisa tersenyum.
Bukan karenamu. Tapi  karena semua yang telah kita lewati.
Ini berakhir, bukan karena aku membencimu. Tapi karena aku membenci semua kepalsuan dan maya di antara kita.
Ini juga berakhir, bukan karena aku tidak menyayangimu. Tapi karena aku menghormati setiap kenangan dan mimpi yang kita ukir. Tidak ingin menodai memori indah lagi. Sudah cukup sampai di sini, bukan? :)

Lalu bagaimana aku harus menjalani hari-hariku tanpamu?
Setidaknya aku sudah berjanji pada diriku sendiri, bahwa aku bukan wanita lemah. Aku bisa tanpamu.
Hei, kau dengar ini? Biar kuulangi.
aku B-I-S-A tanpamu.

Aku akan mengulang kalimat ini, 99 kali dalam sehari, sampai aku merasa lelah, selelah rasanya berusaha melepaskanmu.

Ah, bukankah bodoh mengatakan semua ini?

Haha.. Lucu sekali, ketika akhirnya aku menyadari bahwa aku menjadi orang bodoh dua kali dalam hidup. Pertama, ketika mencintaimu. Kedua, ketika dilukai olehmu.

Senin, 14 Oktober 2013

Seandainya Saja Semudah Itu :)

Aku tidak tahu apakah dengan menjelaskan, semuanya akan membaik.
Tapi, semuanya akan mulai kucoba tuliskan di sini..

Setidaknya, aku tidak hanya membiarkan hatiku saja yang tahu. Aku ingin bercerita, kepada siapapun, yang bahkan ketika mereka tidak mendengarkanku, aku akan merasa lebih baik karena sudah meluapkan semuanya. Aku ingin bercerita, bahkan kepada dinding yang membelakangiku. Aku ingin mengungkapkan sepatah kata saja..

Aku tidak tahu bagaimana orang akan melihatku. Apa mereka akan melihatku begitu menyedihkan, atau mereka memandangiku dengan tatapan tidak mengerti, atau yang lebih menyakitkan lagi--- mereka tidak peduli.

Apapun itu, dengarkan saja ini..


Aku percaya untuk setiap hal yang terjadi adalah sebuah proses. Kau butuh proses untuk mengerti, kau butuh proses untuk menerima, kau butuh proses untuk berjalan, hingga akhirnya kau percaya untuk berlari menemukan sesuatu yang ingin kau kejar.

Kau tahu?
Hidup dengan percaya pada seseorang begitu indah. Kau percaya bahwa ketika kau bersedih, dia akan  menjadi bahu terkuat tempatmu bersandar. Kau percaya bahwa dia bisa menjadi sahabat, kekasih, keluarga pada saat yang bersamaan untukmu. Kau berjalan, tapi tidak pernah melihat ke belakang, karena kau percaya dia ada di belakangmu, menguatkanmu, melindungimu- jadi kau tak perlu takut untuk melangkah. Kau tidak ragu untuk tertawa, karena kau tidak tertawa sendirian. Setidaknya tidak ada yang mengatakan kau gila. Haha :’)
Lalu kau juga tidak akan takut untuk menangis, karena akan selalu ada, selalu ada yang akan memainkan gitar dan bernyanyi lagu bahagia untukmu hingga kau tidak punya alasan lagi untuk meneteskan air matamu.

Kau akan seperti merasakan ada selubung yang menyelimuti hatimu, yang dengan alat setajam apapun tidak akan bisa merobeknya, tidak bisa melukainya, tidak bisa menghancurkannya. Karena kau percaya pada seseorang yang memberimu selubung itu. Kau begitu mempercayainya, karena kau menyayanginya. Tidak, bahkan karena kau menyadari betapa kau mencintainya.
Ya, hidup seindah itu, sayang ^_^

Tapi tidak ketika semuanya harus berakhir karena alasan bodoh. Ketika kau mulai menyadari bahwa mempercayainya adalah suatu kesalahan. Ketika kau juga harus dipaksa percaya, bahwa dia sebenarnya tidak seelok pandangan mata.
Aku tahu ini adalah bagian tersulit dari perjalanan ini.
Bisik-bisik orang lain, seolah meneriakkan bahwa kau begitu bodoh untuk mempercayainya, bahwa mempercayainya selama ini seperti usaha menangkap angin.
Sia-sia.

Apa kau tahu betapa sulitnya untuk membuka mata menghadapi kenyataan bahwa selama ini orang yang kau percayai, justru membohongimu? Betapa ia justru begitu hebat mengemas skenario cinta seperti itu. Di saat kau tidak ingin melihat ke belakang karena kau begitu percaya ia berada di belakangmu untuk melindungimu, ternyata kau salah. Ia berada di belakang, karena ia tahu kau tidak akan pernah melihat ke belakang untuk melihat dirinya yang sebenarnya seperti apa. Karena ia tahu, kau begitu percaya— hanya terlalu percaya..
Ya, kau, yang begitu bodoh, begitu mempercayainya.

Jadi bagaimana? Apa setelah kau tahu bahwa ia membohongimu, kau akan meninggalkannya? Melupakannya?
Seandainya saja semudah itu. Sendainya saja kau bisa melupakannya semudah ia menyakitimu. Aku pikir kau akan merasa lebih baik. Tapi aku tahu, tidak akan semudah itu.
Ketika semua orang mengusik alam pikirmu, mengatakan kau harus meninggalkannya, aku tahu kau sedang tidak mendengarkan mereka. Karena saat ini kau tidak sedang berpikir dengan otakmu. Kau sedang berpikir dengan hatimu.

Yang harus kau lakukan hanya terus berjalan. Kali ini pastikan kau akan terus melihat ke belakang. Yakinkan bahwa kau bisa berjalan sendiri. Yakinkan bahwa kau akan tetap waspada untuk menjaga hatimu sendiri. Walaupun aku tahu kau butuh dia, tapi untuk sekarang, teruslah berjalan tanpanya.

Karena ketika ia memang merasa benar-benar kehilangan seseorang yang seharusnya ia lindungi dan ia sayangi, ia pasti akan kembali. Ia akan kembali dengan hatinya, memastikan bahwa kau baik-baik saja.  Ia tak akan melakukan kesalahan yang sama, tidak akan menyakitimu lagi.

Hingga waktu itu tiba, kau tatap saja langit. Minta pada Tuhan agar hujan turun dengan membawa dua kemungkinan: membawa kembali kenangan atau menghapus jejaknya.